Cermin-Cermin di Dinding (Bukan Dongeng)

“Si dia lagi ngapain ya? Saiya kangen, ngintip dulu ahh...”
Gitu kali ya pikiran dia yang suka mengintip dari samping rumah kami. Sudah lebih dari satu tahun dia melakukan hal itu, dan dia tidak peduli jika saya merasa terganggu ketika dia mulai mengomentari kegiatan saya di dapur. “Doremi lagi ngapain tuh? Masak apaan tuh? Ihh.. masak sambal terasi, hueekk!!
Saya tau, dia mengintip bukan untuk mengawasi kegiatan saya di rumah, tapi lebih ingin melihat suami saya yang sedang berada di dalam rumah (fiuh). Saya masih ingat betapa marahnya saya waktu itu, saya bisa mengomel selama 1 jam tanpa henti. Bercerita pada suami tidak ada gunanya karena suami selalu berkata “ biarkan saja” atau “cuekin saja” atau apalah itu. Mungkin suami saya menganggap hal itu biasa saja, tapi tidak bagi saya, itu benar-benar keterlaluan!
Rumah saya dan tetangga saya hanya berjarak 30 cm (atau mungkin kurang dari 30 cm), kami memiliki jendela samping sedangkan mereka tidak memiliki jendela samping. Mereka rela melubangi dinding rumah, memukul-mukul dinding rumah dengan palu agar bisa mengintip dari dinding rumah mereka melalui jendela rumah kami. Sadar bahwa mengomeli mereka tidak akan membuat membuat mereka jera, saya mencoba berbagai cara untuk menutupi lubang “intip” mereka.
Setelah melakukan pengintaian selama seharian penuh dari balik jendela, saya mencurigai beberapa titik, saya menandai titik tersebut dan menutupnya dengan selotip berwarna orange. Tentu saja mereka kesal dengan kelakuan saya  hari itu,  tapi mereka tidak menyerah begitu saja dan masih membuat lubang. Kemudian lubang itu saya tutupi lagi dengan selotip, begitu seterusnya hingga banyak tanda silang di dinding rumah tetangga saya. Tapi sepertinya mereka tidak menyerah juga.
Saya sempat putus asa, kemudian saya melihat sisa semen milik suami saya. Semen tersebut saya aduk dengan air, lalu saya siramkan ke dinding rumah mereka. Tentu saja mereka kesal, namun masih saja membuat lubang. Saya benar-benar heran, apakah mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang memalukan?
Saya benar-benar lelah dan sering menutup jendela dengan membantingnya, jendela memang tidak bersalah, saya hanya merasa kesal tiap kali mendengar suara dia dari balik dinding. Akhirnya saya menggantung cermin di jendela rumah dengan posisi cermin menghadap dinding rumah mereka, dan kali ini saya tersenyum saat mendengar perkataan dia “Mengapa saya hanya melihat dinding?!”. Hahaa.. rasakan pembalasan ku, liatin tuh dinding sampai puas. Tiga hari saya menggantung cermin di jendela dan tiga hari juga dia mengomel dengan temannya, bahkan nasehat ibu dari temannya itu tidak bisa menyadarkan dia.
Hmm.. “cermin di dinding” pun tidak bisa menyadarkan dia. Semakin yakinlah saya bahwa dia memiliki watak yang keras, keras kepala dan tidak peduli dengan perasaan orang lain, yang penting bagi dia adalah bisa melihat lelaki pujaannya, bagaimana pun caranya.
Akhirnya saya meminta tolong suami saya untuk memasang tirai di jendela. Sebenarnya itu bukan tirai sungguhan, itu hanya kain tipis berwarna pink yang saya gantung agar dapat menghalangi pandangan dia dari balik lubang. Sepertinya cara ini cukup bagus. Saya telah mencari tirai jendela tipis sejak 1 tahun yang lalu, namun saya tidak menemukan tirai yang sesuai dengan keinginan saya, akhirnya saya menggunakan jilbab tipis yang tidak pernah saya pakai ini.
Mengapa baru hari ini terpikirkan oleh saya? Apakah amarah telah menutupi akal sehat saya? Yah... sepertinya begitu. Kita tau bahwa amarah tidak akan menyelesaikan masalah, begitu juga kesal dan jengkel, itu juga tidak akan membantu. Melawan mereka dengan amarah tidak ada gunanya, walaupun ibu saya sering menasehati saya untuk tidak terpancing emosi dengan tingkah laku mereka, tapi saya sering melupakan nasehat ibu.
 
Berharap diberi kesabaran yang "lebih" tahun ini, saya juga membutuhkan stok cuek, supaya tidak terlalu mendengarkan celotehan mereka.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Violist yang Satu Ini

Mengerjakan task di timebucks

Kerupuk