Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2012

Sebuah Awal

"Saya terima nikah dan kawinnya dengan mas kawin tersebut tunai". Sangat jelas ku dengar ijab dan kabul antara ayah dan suami ku waktu itu. Walaupun saat itu aku berada di dalam kamar bersama adik-adik ku yang sedang di dandani. Air mata ku ternyata tak bisa ditahan. Ketika ku langkahkan kaki menuju meja akad. Mataku mulai berkaca-kaca, sedikit saja ku tarik nafas, pasti setetes air mata turun membasahi pipi. Dan ternyata... setelah duduk di samping suami dan duduk di hadapan ayah, tumpahlah air mataku, aku menangis seperti anak kecil, seperti anak kecil yang kehilangan ibunya. Sungguh banyak sekali yang ku ingat waktu itu, walaupun hanya sekejap, aku teringat dengan perbuatan-perbuatan tak baik ku pada mereka. Pada Ibu.. juga pada Ayah, semoga mereka mau memaafkan aku yang telah banyak sekali berbuat salah ini. Terima kasih Ibu.. Terima Kasih Ayah... Engkau telah merawatku sejak lahir hingga sekarang, entah berapa banyak malam yg kalian habiskan untuk begada...

Si Sulung

Sebagai anak pertama... lagi-lagi sebagai anak pertama, banyak yang orangtua minta darimu, mulai dari sekolahmu, pekerjaanmu, bahkan sampai jodohmu, orangtua ingin anak pertamanya menjadi anak terbaik, anak kebanggaan, bla bla bla. Sungguh itu menjadi beban untukku. Aku hanya ingin jadi orang biasa sesuai dengan kemampuanku. Sekolah di tempat yang ku inginkan, kuliah di fakultas yang aku inginkan, bekerja di tempat yang aku inginkan, dan bagitu juga dengan jodohku, aku ingin menemukannya sendiri. Tapi ada daya.. keputusan tetap di tangan orangtua ku, wlaupun mereka bilang keputusan ada di tanganku, tetap saja mereka ingin keputusan itu ditetapkan oleh mereka. Jenuh.. itulah yg ku rasakan saat mereka ingin aku mengikuti kehendak mereka. Ingin rasanya ku lawan, tapi sebelum ku lawan, mereka sudah menuduhku anak pelawan. Lebih sakit lagi ketika mereka sebut aku "anak bawa sial", "anak durhaka", bla bla bla. Yang seperti apa "anak bawa sial" itu? Apakah m...

Galau Part 3

Dan benar saja, dalam tempo yang se-singkat-singkatnya "galau" itu datang lagi. Kali ini sempat membuat aku dan dia tidak bertegur sapa selama 1 hari. Sungguh   T E R L A L U. Mengapa hanya diriku saja yang "galau"? Apa dia tidak pernah mengalami sindrom "galau" ini ya? Apakah karena jarak usia kami yang terpaut tujuh (7) tahun, makanya dia santai-santai saja menghadapinya? Ku lihat dia gembira sekali akhir-akhir ini. Dia yang jarang tersenyum pun lebih banyak tersenyum akhir-akhir ini. Kami memang tak bertemu setiap hari. Hanya bertemu akhir pekan saja (itu pun hanya membicarakan bagaimana persiapan pernikahan dan kepulangan kami ke Jambi). Jarang telponan, apalagi sms-an. Yups, he is not a romantic man. Jangan berharap akan mendengar dia menyanyi ketika "aku" sedang suntuk, karena dia memang tak pandai menyanyi. Atau jangan harap dia bisa bermain gitar, karena dia hanya tertarik dengan pertandingan sepak bola. Dan banyak hal yan...