Untuk kedua kalinya

Dan untuk yang kedua kalinya, suamiku harus berhadapan dengan struk. Jika lima tahun yang lalu masih gejala struk ringan, bicaranya sedikit terganggu, kaki kanan nampak diseret ketika dibawa jalan, tapi masih bisa berjalan dengan baik tanpa terjatuh, kini semuanya terasa lebih berat.

Hal ini terjadi empat bulan lalu, ketika suami terpeleset, lalu terjatuh dan terjatuh lagi ketika berjalan. Saya yang khawatir sejak lama, berkali-kali mengajak suami berobat ke dokter, namun suami hanya diam saja.

Sebelum ini suami juga sering jatuh saat berada di kebun. Saya sudah juga berkali-kali memintanya ke dokter, namun hanya didiamkan saja, hingga akhirnya saya bicara dengan bapak mertua, barulah suami saya mau diajak ke dokter.

Tekanan darah suami 210/100, hal yang sama juga terjadi lima tahun yang lalu. Dan dimulailah cobaan itu.

Mertua mulai menyalahkan saya. Saya dibilang membiarkan suami jatuh. Saya dituduh masakin suami ikan tongkol yang katanya bikin naik tekanan darah. Padahal suami yang beli ikan tongkol yang banyak saat itu, dan sebagian saya antar ke ibu mertua. Saya dituduh masak masakan asin, padahal ibu mertua sendiri yang pernah ngomong kalau masakan saya kurang asin. Belum lagi yang lainnya. Sakit? Tentu saja. Apalagi saat tau berita tidak benar itu sudah menyebar kemana-mana.

Anak-anak menjadi rewel saat ibunya merasa tertekan. Si adek yang saat itu baru berusia satu tahun tidak mau dititip sebentar dengan bapaknya, dia selalu menangis kencang saat ibunya lagi mencuci baju atau pergi ke kamar kecil. Sungguh, bukan perkara mudah saat itu. Butuh waktu bagi saya, agar bisa ikhlas dan lapang dada menerima semuanya.

Jika lima tahun lalu saya selalu menangis melihat kondisi suami yang tidak kunjung membaik karena tensinya susah kembali normal, kini ada hati yang harus dijaga supaya anak tidak rewel. Jangan menangis, jangan bersedih, bawa tenang walaupun prakteknya berat sekali.

Tiga Minggu sudah dilewati, tekanan darah suami masih jalan ditempat. Turun sedikit, terus balik lagi. Keluarga suami mulai uring-uringan, kok susah bener turun tensinya. Padahal lima tahun yang lalu juga begitu. Butuh proses yang lama agar tekanan darah suami bisa kembali normal.

Tidak tahan dengan omongan keluarga suami, saya pun nekat menelpon seorang teman yang bertitel Dokter spesialis penyakit dalam. Meminta bantuan dia, apa yang harus saya lakukan. Resep dokter pun saya terima, keesokan hari obat langsung ditebus. Alhamdulillah setelah 3 hari meminum obat, tekanan darah menurun walaupun belum normal.

Jalan suami sudah mulai membaik walaupun masih dibantu dengan tongkat. Namun saya tidak mengijinkan suami untuk pergi ke kebun dulu, karena suami tidak bisa berjalan di permukaan tanah yang miring. Apalagi musim hujan seperti ini, jalanan menuju kebun sangatlah licin, saya saja pernah terpeleset beberapa kali di kebun.

Karena tidak bisa pergi ke kebun, sayalah yang menggantikan suami pergi ke kebun hingga hari ini. Tentu saja setelah pekerjaan rumah selesai dan anak-anak sudah dimandikan dan dikasih makan. Rasanya gimana? Awalnya lelah sekali, apalagi pulang dari kebun jarang bisa istirahat kecuali di malam hari. Seiring berjalannya waktu, semua bisa dilewati dengan lebih ringan. Anak tidak lagi menangis, ibunya juga tidak lagi merasa tertekan. Dijalani saja apa adanya, jangan menyerah, banyak berdoa, jangan dengarkan omongan orang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Violist yang Satu Ini

Mengerjakan task di timebucks

Kerupuk